Jangan Menyerah
Disuatu desa
terpencil, hidup anak anak miskin. Mereka semua tampak akrab sekali, walaupun
demikian mereka memiliki pengalaman pahit. Saat terjadi Banjir besar banyak
keluarga mereka yang menjadi korban. Mereka yang selamat memendam trauma yang
sangat mendalam. Seperti yang dialami oleh Dira dan Nuri, kedua kakak beradik
ini kehilangan orang tua mereka saat bencana itu terjadi. Dira, adik Nuri dia anak yang polos yang
harus rela kehilangan kedua orang tuanya dan kaki kanannya menjadi lumpuh
ditambah traumanya akan kehilang orang tuanya susah hilang dar benaknya. Nuri,
kakak Dira, anak yang tegar dan baik hati. Nuri dan Dira kini putus sekolah.
Hari-harinya hanya dengan menanam sayur sayuran untuk mereka jual ke pasar,
tapi kondisi Dira yang demikian, Dira kerja hanya melamun dan diam. Sesekali
Nuri mengajak Dira bermain dengan teman-temannya yang lain, yang selamat saat
Bencana itu. Tapi tetap saja Dira tidak dapat lagi ceria seperti dulu. Namun
semua berubah saat anak gadis pak Kades dari Jakarta datang, ia bernama Sopi.
Sifatnya yang penyayang meluluhkan hati Dira dan kawan-kawan agar tidak terlalu
lama terlarut dalam trauma.
Nuri : Ra, Ayo
ikut main.(mendekati Dira)
Dira: Ngga kak,(ucapnya lemah)
Nuri: Ayo Ra, disini banyak yang
seperti dira ko, (sambil menunjuk kearah teman-temannya)
Dira: Ngga ka, Dira ingin Ibu.
(katanya memelas)
Nuri: (memeluk Dira) Dira tau,
ibu dan ayah sudah tenang disana, jauuuuuuh disana melihat kita.
Dira: kenapa ibu sama ayah ngga
pulang pulang ka ?
Nuri: ibu sama ayah udah betah
disana.
Reka: Ra, Ayo main.
Jaya: iya Ra ayo main.
Rian: iya ga rame kalo main
sedikitan mah.
Dira: ya udah iya dira ikut main.
Reka: nah gitu dong.
Tapi saat mereka bermain , Dira
terjatuh.
Nuri: Ra, gapapa ?? (menghampiri
Dira)
Dira: ga bisa, dira ga bisaaaa
(lari dan menangis)
Nuri: Dira.. (menangis)
Nuri mencari Dira, dan menemukan
Dira menangis di saung.
Nuri: Dira??(mengahampiri Dira)
Nuri: Dira kenapa menangis?
Dira: Dira, Dira, Dira, sedih ka.
Untuk main aja Dira ga bisa, padahal dulu bisa. Dira Cuma bisa nyusahin kakak,
Dira benci hidup kak.. Dira pingin Mati aja.. ngga ada gunanya Dira hidup, dira
ingin ketemu ibu kak, Dira ingin ketemu ayah. Dira kangen, (menangis tersedu
sedu)
Nuri : dira..(menangis sambil
memeluk adiknya) kakak ngerti gimana perasaan Dira, kakak juga kangen sama ibu
sama ayah. Tapi gimana lagi Ra, ibu sama ayah udah pergi, udah ninggalin kita.
Kalo Dira pergi juga, kakak sama siapa ? kakak juga takut sendirin Ra, sekarang
cuma Dira yang kakak punya, gimanapun keadaan Dira kakak tetep sayang sama
Dira.. (menangis sambil menatap adiknya)
Dira: kakak jangan nangis, Dira
jadi makin sedih liat kakak nangis.
Nuri: iya Ra, kakak ngga akan
nangis.(mengusap air matanya) sekaran kita makan yu, nih kakak bawa singkong
rebus. Maaf Cuma ada ini, kakak ngga punya uang buat beli makanan.(sambil
berkaca-kaca menahas tangis)
Dira: gapapa ko kak, Dira suka ko
singkong. (tersenyum sambil menangis)
Esoknya ada seorang wanita
cantik, yang tak lain adalah Sopi anak
pak kades dari Jakarta. Gadis berumur 18 tahun ini, prihatin melihat anak anak yang harus
berkerja keras sendiri untuk menghidupi hidupnya. Ia tergerak hatinya untuk
membantu anak anak itu dengan membekali mereka ilmu agar tidak terlalu
terbelakang. Ia mendirikan sekolah kecil kecilan di saung tengah sawah. Awalnya
hanya sedikit anak yang belajar disana, tapi lama kelamaan, semua anak yang
tinggal didesa itu belajar disana. Tapi hanya Dira dan Nuri yang tidak ikut
belajar disana. Suatu hari kak Sopi menemui Dira dikebun dia tampak diam
sendiri melihat kakaknya yang bekerja.
kak Sopi: hai De, Siapa
Namanya?(Duduk disamping Dira)
Dira: (melihat sebentar langsung
menunduk lagi)
kak Sopi: heemmm ade malu ya sama
kakak?
Lagi-lagi Dira diam. Bu Sopi
menghampiri Nuri.
kak Sopi: Boleh kakak bantu?
Nuri: eh jangan kak, nanti
tangannya kotor.
Kak Sopi: gapapa ko de,
(tersenyum) nama ade siapa?
Nuri: nama saya Nuri kak(membalas
senyumnya)
Kak Sopi: terus yang duduk disana
siapa?(melirik Dira)
Nuri: oh itu adik saya, namanya
Dira.(sambil mencabuti rumput)
Kak Sopi: oh namanya Dira, kenapa
dia hanya diam ?
Nuri: awalnya dia anak yang ceria
kak, tapi semua berubah saat kematian ayah dan ibu , mereka korban banjir yang
meninggal dunia. Sejak saat itu Dira yang ceria berubah menjadi Dira yang pendiam.
Kakinyapun jadi lum[uh, itu yang membuatnya tak bersemangat hidup.
Kak Sopi: kasian anak itu, pasti
berat sekali bebannya. Oh iya besok kalian ikut belajar saja di sekolah kecil
kakak, di saung tengah sawah sana.
Nuri: heemmm iya nanti sesudah
menjual sayuran ini ya kak.
Kak Sopi: oke kakak tunggu.(lalu
pergi)
Esoknya sesudah menjual sayur,
Nuri mengajak Dira ke sekolah kecil kak Sopi, akhirnya setiap hari Dira dan
Nuri belajar disana dibimbing oleh kak Sopi yang baik hati. Dira mulai merasa
senang dengan yang ia kerjakan, sekarang ia mulai bersemangat lagi, Nuri dan
Dira anak yang pintar, kini saat Dira sedih ia sering mencurahkannya menjadi
sebuah puisi.
Salam Rinduku
Dalam gelap ku termenung
Awanpun mulai menggulung
Angin mulai turun dari gunung
Hati gundah dalam relung
Oh Ayah Oh Ibu
Disini ku sangat merindu
Rasa hati ingin bertemu
Walau hanya sedikit waktu
Kenapa Ayah pergi?
Kenapa ibu pergi?
Kenapa Tuhan tak adil?
Kenapa bencana itu ada ?
Kini Tiap Detik ku menangis
Tiap nafas ku rindu
Tiap waktu batin ku teriris
Dan tiap do’aku kukirim Salam
Rinduku
Nuri membaca puisi adiknya itu, lalu ia menangis.